Day 5 – 7 Januari (Ranjang Bergoyang)
Aku
tidak cukup puas dengan tidurku malam ini. Kamar hostel yang berkapasitas 16
orang ini, malam ini sedang diisi oleh 13 orang, namun hal ini tidak mengganggu tidurku. Hanya
saja aku ingin mengakhiri tidur dengan cepat dikarenakan sebuah insiden kecil
yang ‘hanya’ aku yang merasakannya (yang lainnya nggak ada yang terbangun karena insiden ini). Kamar yang kami sewa
memang berjenis mixed bedroom yang bisa diisi oleh semua
gender. Tatanan kamar ini sangat padat dengan kasur bertipe king bed dan empat kasur tingkat tiga
yang berjajar lengkap dengan AC serta kamar mandi di dalamnya. Aku merasa
nyaman dengan kepadatan suasana di dalam kamar. Aku dan teman-teman juga sudah
berkenalan dengan beberapa turis asing lainnya (tentunya ia juga seorang backpacker) yang juga menyewa kamar ini.
Kami
kebagian tidur di kasur tingkat. Kasur tipe king
bed sudah penuh diisi oleh dua mas-mas bule yang kami tidak sempat
berkenalan dengannya. Sebagian kasur tingkat juga sudah terisi oleh sepasang
kekasih dari Inggris dan ditingkat paling atas diisi oleh seorang Mas Bule yang
sepertinya berasal dari Afrika. Karena kami hanya memiliki waktu yang singkat
untuk singgah di hostel ini, kami hanya berkesempatan untuk mengenal sepasang
kekasih dari Inggris. Kami pun hanya bertegur senyum dengan para penghuni
lainnya.
Aku
kebagian tidur di kasur tingkat kedua bersama Mbak Fiyya dan juga sepasang
kekasih dari Inggris. Pas di sebelah kananku ada Mbak Bule dari Inggris yang
cantik jelita sedangkan di sebelah kiriku ada Mbak Jawa tulen alias Mbak Fiyya.
Mas Bule kekasih Si Mbak Bule tentunya tidur di sebelah kanannya Mbak Bule. Tadinya
posisi Mas Bule tepat berada di kananku, namun dengan sangat sopan aku meminta
agar Mas Bule bersedia untuk tukar posisi dengan Mbak Bule. Dan Alhamdulillah,
ia memahami keadaan ini, hahaha. Mas-Mas yang lain dan Mbak Rias tidur di kasur
tingkat paling bawah. Tepat di bawah kasurku ditempati oleh Mas Gasa. Aku tidak
tahu tatanan bagian atas kasur tingkat dua ini terisi oleh siapa.
Pagi
itu aku terbangun dini hari. Aku merasa ada yang membangunkanku dengan
menggoyang-goyangkan ranjang yang aku tiduri. Aku coba untuk tetap memejamkan
mata melanjutkan mimpi yang terputus karena goyangan itu. Rupanya usahaku untuk
tetap memejamkan mata tidak berhasil. Goyangannya lebih kencang dari yang aku
rasakan sebelumnya. Aku coba membuka mata dan seisi ruangan gelap gulita. Aku
membangunkan Mbak Fiyya yang tidur di samping kiriku untuk menanyakan waktu.
Lantas ia membuka HP-nya dan ternyata ini pukul tiga dini hari. Aku mencoba
untuk memejamkan mata lagi untuk melanjutkan tidur. Namun goyangan itu semakin
terasa kuat. Aku sempat takut dengan keadaan ini. ‘Apakah ini gempa?’ pikirku
dalam hati. ‘Ah, kalau gempa kok di bagian kasurku aja ya yang goyang?’ pikirku
lagi. Aku mencoba lihat ke segala arah untuk memastikan goyangan ini. Mbak
Fiyya dan Mbak Bule di sampingku masih tertidur pulas.
Ingin
rasanya aku menanyakan Mas Gasa yang tidur tepat di bagian bawah kasur
tingkatku. Tapi aku tidak cukup berani turun ke bawah. Aku hanya memastikan
keadaan di sekitarku. Rasanya, goyangan itu berasal dari bagian atas kasur
tingkat ini. Aku merasa kasur tingkat di atasku tidak berpenghuni sejak kemarin
karena memang tidak ada yang menempati setiba kami di sini. Akhirnya aku memutuskan
untuk menunggu siapa tau ada yang terbangun pagi ini. Cukup lama aku menunggu. Aku
pun memberanikan diri turun dari kasur untuk mandi dan salat malam. Aku tidak berani mandi
di kamar mandi yang ada di dalam kamar. Aku takut mengganggu orang lain yang
masih tertidur pulas. Aku pun mandi di kamar mandi luar dekat loteng.
Usai
mandi dan salat malam tiba-tiba aku dengar Mbak Rias memanggilku. “Han, kamu
udah bangun?”
“Iya
Mbak, nggak bisa tidur,” ucapku seraya berbisik.
“Lah
kenapa?” tanyanya kemudian.
“Ranjangnya
goyang-goyang,” ujarku sambil menunjuk ranjang yang aku tiduri.
“Hah?”
ucapnya kaget. “Kamu udah mandi?” lanjutnya.
“Iya,
udah Mbak. Tadi mandi di luar.”
“Ooh, Oke lah. Aku juga mau mandi kalau gitu,”
ujarnya sambil menyiapkan peralatan mandinya.
Tak
terasa waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Kami berenam pun sudah
bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan kami mengelilingi Ho Chi Minh City.
Tentu saja para turis lain masih memejamkan erat matanya disaat kami sudah
bersiap dengan perjalanan kami. Tiba-tiba Mbak Rias mencolek pundakku sambil
menunjuk bagian atas kasur tingkatku. Sontak aku terkaget dengan pemandangan
yang aku lihat. Di bagian kasurku ternyata ditempati oleh dua orang wanita
sekaligus. Kasur tipe single bed itu
diisi oleh dua orang wanita dewasa.
“Pantes
aja Han kasurmu goyang-goyang. Lha wong
di atasnya ada dua Mbak-Mbak rempong,” ujar Mbak Rias. “Mereka tuh dari semalam
tauk dateng-dateng langsung rempong.”
“Oh
iya toh Mbak?” tanyaku tidak percaya.
“Mereka yang dari mana? Kok kemarin perasaan nggak keliatan.”
“Iya,
mereka kemarin datengnya udah malem banget, kamu udah tidur kayanya.”
Melihat
keributan kami berdua, Mas Gasa pun penasaran dengan percakapan kami. “Kenapa toh emangnya?” tanyanya kemudian.
“Kamu
semalam nggak ngerasa goyang-goyang apa Mas pas tidur?” tanyaku.
“Nggak
tuh, aman-aman aja,” ujarnya.
“Ih,
semalam aku nggak bisa tidur karna ranjangnya goyang-goyang.”
“Eeeaaaaa,
asik dong,” ujarnya seraya cekikan.
“Apanya
yang asik, tuh taunya mbak-mbak rempong tidur berdua satu kasur,” ucapku sambil
memberi kode untuk melihat ke bagian atas kasur yang aku tiduri.
“Hahahhahah,
ya mungkin aja mereka lagi asik,” ucapnya masih cekikikan.
#TIPS 5 :
- · Jangan canggung dan sungkan ketika bertemu banyak orang baru yang bahkan mungkin belum pernah kita lihat sebelumnya. Senyum harus tetap on dong!! Hehe
- · Eeiits, Tapi jangan terlalu SKSD alias sok kenal sok dekat ya sama turis asing lainnnya. Soalnya kebanyakan turis kadang kurang nyaman dengan perlakuan SKSD kamu.
- Bagi kamu hijab traveller, tetap jaga identitasmu sebagai muslimah ya! Usahakan sebisa mungkin jangan sampai copot jilbab kalau masih ada kaum adam di dalam kamar. ;)
Komentar