Day 5 – 7 Januari (Hasna dan Hayati)
Kurang
puas dengan jalan-jalan kemarin malam, kami melanjutkan perjalanan untuk
menikmati indahnya pagi di Ho Chi Minh City. Tujuan kami di Ho Chi Minh hari
ini hanya ke Central market saja
karena siang nanti kami harus berangkat menuju Kamboja. Sebelum ke Central market, kami mampir ke warung
melayu yang ada di ujung jalan pasar malam kemarin untuk sarapan.
Kenyang dengan mie dan daun-daunan kami segera melompat ke central market untuk melihat oleh-oleh khas di sini. Ternyata central market ini tidak beda jauh dengan pasar Bringharjo di Jogja, barang-barang dagangan yang dijual pun serupa tapi tak sama, hehe. Turis lokal maupun asing bermain tawar-menawar untuk membeli barang dagangan.Saat
sedang asyik melihat desain kaos bertuliskan vietnam, tiba-tiba ada mbak-mbak
berjilbab berparas melayu menghampiri kami. “Wah, akhirnya punya temen juga
dari Indo,” batinku. Seketika aku menyambut mereka dengan senyum yang amat
lebar. Saat aku akan berbicara, tiba-tiba mbak-mbak itu mendahului percakapan
dengan menggunakan English. “Ya ampun Mbak, Bahasa Indonesia aja keleus,”
batinku sekali lagi.
“Excuse me, where do you come from?”
tanyanya memulai percakapan.
“Oh, we come from Indonesia, are you
Indonesian or Malaysian?” tanyaku mencoba memastikan.
“No, no. We are Thai,” terangnya.
“Oooh,” ujar
kami bebarengan. Agak heran juga sih, dari mukanya mirip banget orang
Indonesia, saat ngomong jadinya kaya Malaysia, ternyata orang Thailand, hihi.
“I think you are Malaysian,” ujar Mas
Gasa mencoba memastikan.
“No, no. We come from Thailand, hehe,”
ujar Mbak itu memastikan seraya memperkenalkan diri. “By the way, My name is Hasna and this is my friend, Hayati,” katanya
sambil memperkenalkan temannya.
Dari
sini pun mulailah percakapan kami ngalor-ngidul tentang Vietnam, terutama Ho
Chi Minh City ini. Menurut Mbak Hasna, dia nggak begitu suka dengan Ho Chi Minh
City karena kurang ramah dan sumpek.
Dia mengalami hal-hal buruk gegara sistem transportasi yang kurang rapi dan
pedagang-pedagang yang “terkesan memaksa.” Memang hal itu juga aku rasakan,
tapi aku masih bisa mentolerir hal-hal seperti itu. Mungkin karena kami nge-trip beramai-ramai sehingga hal-hal
tersebut tidak terlalu kami ambil hati.
Berbeda
dengan Mbak Hasna dan Mbak Hayati yang mungkin karena mereka hanya nge-trip berdua dan hanya ciwi-ciwi. Mereka merasa kurang nyaman
di Ho Chi Minh City karena suasananya yang menurut dia ‘complicated’ meskipun mereka juga sempat nge-trip Vietnam utara sebelumnya (tepatnya berkunjung ke Hanoi, Ibu
kota Vietnam). Oh iya, mereka ternyata juga pernah tinggal di Jakarta sebulan
sebagai student exchange di salah
satu Universitas di Jakarta. Mereka juga bercerita tentang
pengalaman-pengalamannya selama nge-trip
Jakarta dan diberbagai negara lainnya. Kami pun tidak luput untuk mengajaknya
ber-selfie ria setelah puas mendengarkan
“curahan hati” Mbak Hasna dan Mbak Hayati.
#TIPS 6 :
- · Banyak pedagang di central market Ho Chi Minh City yang bisa berbahasa melayu. Jadi jangan hawatir soal bahasa, kita bisa melakukan tawar menawar dengan bahasa melayu.
- Pedagang di central market Ho Chi Minh City terkesan terlalu agresif. Jangan kaget jika kamu tiba-tiba dicolek-colek atau dieret-eret (agak lebay sih ya) untuk membeli barang dagangannya.
Komentar