MANUSIA : Mau Dihajar atau Menghajar?

Baru-baru ini aku lagi kegandrungan baca buku. Meskipun sebenarnya aku harus jujur kalau aku bukan a book worm. Membaca buku merupakan salah satu kegiatan yang paling bikin aku ngantuk, paling bikin aku jenuh, dan bikin aku pengen cepet beralih melakukan hal lain. Entah kenapa, tapi memang begitulah aku. Sejak SD suka dibeliin buku komik islami gitu-gitu. Dibaca sih, tapi lebih banyak di warnain. Jadi full of colors gitu buku komiknya. Waktu SMP  punya banyak teman yang kutu buku. Suka ikut-ikutan baca buku jadinya, tapi nggak pernah baca sampai tamat. Di SMA malah udahan bacanya. Lebih sering nonton drama korea sih. Karena lingkungan lebih ngedukung buat tamatin nonton drama korea dibanding tamatin baca buku. haha. 

Pas kuliah, sebagai mahasiswa yang baik, harusnya banyak-banyak baca referensi buat nambahin isi 'gelas kosong' di otak. Tapi apa daya, aku masih belum bersahabat dengan buku. Beli sih bukunya, tapi cuma buat pajangan rak buku doang (biar kaya temen-temen kamar sebelah yang pada rajin). Kalau ada tugas, itu pun banyak nanya, "penjelasan itu di bab berapa sih?" "halaman berapa?" Baru deh bukunya dibuka dan dibaca (cuma di bab dan di halaman itu doang). Mudheng sama isinya? Ya mayan lah.  Lumayan nggak mudheng! 

Bisa-bisanya nanti pas di kampus baru deh tanya penjelasannya sama temen-temen yang baca bukunya sampe mudheng. Aku harus akui, cara belajarku memang bukan dengan metode membaca, tapi mendengar dan bicara. Iya, dengerin temen-temen dan dosen yang jelasin ke kita waktu belajar di kelas atau di kantin. Terus nanti pas lagi sendiri baru deh ngomong-ngomong sendiri tentang penjelasan mereka tadi. Nanti kalau tetiba ada pertanyaan melintas, baru lah aku cari temen yang tadi jelasin buat NANYA lagi. Jadi yah gitu, metodenya masih bergantung sama orang lain. Nggak ada desire buat cari tahu sendiri. 

Kalian punya masalah yang sama denganku?

Yup, sekaranglah saatnya sadar! Sadar kalau kita jangan mau dihajar tapi hajarlah diri kita sendiri. Entah ini semacam kebetulan atau keharusan yang aku tanamin di dalam diriku sendiri (saat ini). Semenjak aku kembali tinggal di rumahku, di Kota Pasuruan, Aku merasa nggak ada teman yang bisa aku TANYAIN ini itu. Nggak ada teman yang bisa diajak diskusi. Nggak ada teman yang bisa jelasin ini itu. Dan akulah yang harus ngelakuin itu semua SENDIRI. Aku nggak mau otakku 'diam' dan nggak diisi. Memang sih, nggak harus isinya yang berbobot edukasi atau scientist apalah itu. Aku cuma mau otakku berisi dan punya bobot aja. 

Yup, aku kudu isi otakku. Aku nggak punya banyak waktu buat nonton TV. Aku juga nggak begitu suka nonton TV yang isinya semakin nggak aku ngerti (karna aku nggak ngikutin acara-acara dan berita-berita yang ada di TV). Jadilah mau nggak mau aku hajar diriku buat MEMBACA. Yah, aku mulai mengumpulkan buku-buku yang aku punya, dan kemudian aku baca. Ternyata asyik juga membaca buku. Tumben nggak bosen? Eiits, tunggu dulu. Bosan itu pasti. Tapi aku bisa siasatin itu dengan baca banyak buku. Saat ini aku sedang berusaha tamatin lima buku, haha. Tentunya dengan genre dan topik yang beda-beda. Jadi kalau mood nya lagi santai, bacanya buku yang ringan-ringan semacam novel ABG, majalah, atau sekedar berita-berita ringan di notifikasi LINE. Kalau mood nya lagi pengen belajar, bacanya buku yang emang pengen kita pelajarin saat itu. Lumayan isi waktu luang dan isi otak kita. 

Nah, baru-baru ini aku sedang asyik baca buku Judulnya Disruption karya Pak Rhenald Kasali. Wow! It really is recommended book!! Aku suka dengan tulisan beliau yang padat dan jelas. Ketika membaca tulisan beliau, aku merasa seakan-akan berada di ruangan dan sedang mengikuti kelas dari beliau. Di dalam bab yang aku baca baru-baru ini, aku belajar tentang kita mau dihajar atau kita mau menghajar? Banyak orang saat ini terjebak dalam comfort lies mereka (tanpa mereka sadari) dibandingkan memilih unpleasant truth yang ada pada diri mereka sendiri. Pak Rhenald mencontohkan itu dengan sebuah perusahaan besar yang sebenarnya mereka sadar akan sinyal kehancuran mereka, tapi mereka lebih memilih dihajar masa daripada menghajar perusahaan mereka sendiri dengan menghancurkan apa yang sudah ada dan kemudian berinovasi. 

Kalau aku sederhanakan contohnya, seperti cerita yang sudah aku ceritakan di atas. Yup, Aku sendiri sebenarnya sadar dengan kehancuran diriku ketika aku nggak bersahabat dengan buku. Sebenarnya bisa dibilang terlambat sih kalau aku baru kegandrungan baca buku. At least, it is never too late to start again, right? Penyesalan pasti ada, kenapa aku nggak suka baca dari dulu ya? tapi itu semua sudah ada skenarionya kok, jadi nikmatin aja haha (alibi!).  So, do you still want to leave your book or make it as your friend? Because there is no friend as loyal as book. 

Komentar

Postingan Populer